Jumat, 18 Desember 2015

Welcome Syitaa' :D



Udara dingin mulai menyelimuti kota khartoum dan sekitarnya. Jaket, sweater, kupluk atau apa saja yang bisa menghangatkan tubuh mulai dikeluarkan dari tumpukan baju di dalam koper yang lama tidak tersentuh. Yeah, finally syitaa’ is coming. Setelah berbulan-bulan panas membara (?) menghiasi hari-hari di negeri sudan tercinta. Mungkin karena musim panas lebih mendominasi, jadinya setiap kali musim dingin tiba, barulah kebingungan mencari pakaian hangat yang seakan dimusiumkan.

Beberapa hari terakhir ini, saya sudah memulai kembali kebiasaan saya disetiap musim dingin, yakni menghangatkan diri dengan cara-cara aneh, seperti memeluk rice cooker yang sementara menanak nasi, dan menjadikan kompor layaknya api unggun. Maklum, tipe rumah di sudan memang cocoknya untuk musim panas, jarang sekali saya mendapati rumah dengan penghangat ruangan. Tapi tidak masalah, sebab saya justru bersyukur setiap kali merasa kedinginan. Alasannya sudah pasti  disebabkan oleh cuaca sudan yang memang dominan panas. heheh. (*padahal lagi batuk pilek* -_-)

Selain itu musim dingin juga mungkin identik dengan musim imtihan. yap, tidak sampai sebulan lagi imtihan akan dimulai. Wah, rasanya baru kemarin saya bolak-balik idaroh qobul, tiba-tiba imtihan sudah di depan mata. Mungkin juga karena saya terlambat dan baru mulai masuk kelas akhir oktober kemarin, jelas saja rasanya singkat sekali. Saya yang masih mengejar ketertinggalan, tiba-tiba sudah harus mempersiapkan imtihan bulan depan, dan masih sempatnya pula saya meng-update blog absurd bersarang laba-laba ini. :p

Oiya, sebulan lebih juga telah berlalu sejak saya resmi (?) melepas status “jomblo sementara” alias ditinggal suami temus haji. Artinya sudah lebih dari sebulan pula saya kembali tinggal di rumah. Rasanya kangen juga dengan suasana dan orang-orang di rumah yang sebulan lalu saya tempati. Bersyukur dan berterima kasih sekali saya dibolehkan tinggal disana selama selama suami pergi. Mereka bukan hanya mewarnai dan meramaikan hari-hari saya, tapi juga begitu banyak membantu di saat saya membutuhkan. Alhamdulillah.

Kembali soal imtihan dan musim dingin. Masa-masa menjelang imtihan ini saya mulai berkutat dengan muzakkiroh sementara suami sibuk dengan pengajuan judul thesis S2. Salah satu tantangan imtihan di musim dingin adalah perasaan malas yang seringkali menghantui, begitupula dengan kawan-kawannya malas seperti, tiba-tiba ngantuk pas belajar, tapi saat buka hp ngantuknya hilang. -_- Semua itu harus berusaha ditepis, dihempaskan, kalu perlu dilempar jauh-jauh ke sungai nil! Ya, berhadapan sama yang namanya malas memang harus sadis, apalagi di musim dingin yang pastinya nyaman sekali untuk berselimut dan memasuki alam bawah sadar, padahal muzakkiroh dan kitab memanggil-manggil. Ckck.

Winter tahun ini adalah winter ketiga saya di Sudan, rupanya 2 tahun lebih telah berlalu. J Terlihat singkat namun begitu terasa. Saat saya melihat ke dalam kenangan yang sudah terlalui, saya melihat diri sendiri di usia 16 tahun memulai kehidupan rumah tangga di negeri yang dulunya mungkin bukan negeri impian saya. Kemudian tanpa diduga kini menjadi negeri tempat saya berjuang, menjalani hari-hari, merangkai mimpi beserta harapan.*mulaidrama* Negeri ini pula yang telah membangkitkan semangat menuntut ilmu syar’i di dalam hati saya lebih dari sebelumnya. Negeri tempat saya belajar begitu banyak hal akan kehidupan. Belajar dan berproses menjadi lebih dewasa, belajar bangkit setelah terjatuh, meski masih sering kesandung atau kadang juga keselek (?), belajar berkorban, dan belajar untuk senantiasa bersyukur dan bersabar. Biidznillah banyak hal yang sudah terlalui, meski kedepannya mungkin akan lebih banyak lagi. Wallahu a'lam.

Inilah mengapa saya menyukai musim dingin, sebab musim dingin adalah musimnya saya mengenang banyak hal akan perjalanan sepanjang tahun, me-recap, dan menyimpannya baik-baik di dalam hati. Lumayan buat kenang-kenangan. Oke, sebelum saya mulai berceletoh dan menjadikan tulisan ini lebih dari satu page, sepertinya saya harus kembali fokus mengerjakan tugas. Baru sadar tadi saya niat online buat tugas tafsir, malah jadi nulis blog.-_-  Sip lah, semangat imtihan buat semua yang tengah sibuk mempersiapkan diri. Semoga sukses dan dimudahkan selalu .Aamin yaa rabb. :D

Khartoum, 19 desember 2015.

#H-22 Imtihan

Aisyah Ikhwan muhammad.
@sudanisyah.





Jumat, 23 Oktober 2015

Cinta, Rindu, dan Keberanian (H-11)



46 Hari telah berlalu, dan saya masih disini dengan rindu yang beserakan disetiap bagian hatiku. 11 hari lagi dan penantian ini akan terbayarkan dengan izin Allah. tidak terlewat satu haripun kecuali saya kembali menghitung hari. Nyaris lebay memang. :P

Selama satu bulan setengah ini, ada begitu banyak moment yang jika bukan karena Allah maka sudah pasti saya tidak mampu melewatinya. Di hari dia pergi, di hari dia meninggalkan saya di negeri Sudan ini, saya ikut mengantarkannya ke bandara melepasnya untuk berjuang mengemban amanah sebagai temus haji juga melaksanakan ibadah haji. Suatu kesyukuran yang teramat sangat bagi saya dan baginya. Di sisi lain, ada perasaan sedih tak terbendung saat melihat sosoknya menghilang di balik pintu keberangkatan. Untuk pertama kalinya saya harus di Sudan tanpa suami. Kemudian dimulailah hari-hari penuh air mata, jatuh bangun, dan pikiran yang dipenuhi oleh sosok yang teramat kucintai karena Allah.

10 hari pertama dia pergi, saya masih di rumah bersama kakak icha dan kedua anaknya, my jaza dan my tibi ^^ meski berat, namun Alhamdulillah saya masih bisa membaik dari hari ke hari. Disaat saya mulai bisa menata hati,  kakak icha pun harus kembali ke indonesia, hari itu adalah kesedihan terdalam saya setelah hari kepergian kak rozi. Setahun kehadirannya di Sudan membuat kehidupanku di Sudan begitu berwarna.Sosok kakak yang begitu kucintai dan kubanggakan juga ikut meninggalkanku di negeri perjuangan ini. Setelah setahun perjalanan, jatuh bangun, semangat, air mata, dan berbagai moment kami lalui bersama. 

Mungkin setahun terlihat singkat. Tapi saya teramat tahu betapa dia berjuang melalui semua dengan senyum cerahnya. Saya tahu bagaimana semangatnya dalam menuntut ilmu, betapa excitednya dia menuntut ilmu di Ma’had Lughoh. Sayapun tahu, bahwa semangat menuntut ilmu yang sejak kecil dimilikinya akan terus menetap di hatinya biidznillah.

Di bandara saya seakan tidak ingin melepas pelukannya, saya hanya bisa membisikkan, “kakak icha, takut...” dia membisikkan kata-kata semangat yang membuat saya semakin berat melepasnya, sosoknya pun menghilang di balik pintu keberangkatan. Kakak icha, abang jaza dan adek tibiy pergi, hari-hari yang lebih beratpun kembali di mulai.

Hari itu saya benar-benar merasa sendiri. Sepulang dari bandara, saya kembali ke rumah. Seorang diri membuka pintu rumah dan... hening. Sepi. Saya belum menangis, semuanya masih tertahan. Saat ingin mengunci pintu, qaddarallah kunci pintu rusak, silindernya  perlu diganti. Saya kemudian mulai melepas satu persatu mornya, sambil memutar obeng, pikiran saya mengambang, sendiri, sepi, dan sedang memperbaiki pintu -_- Sebentar lagi maghrib dan saya harus menyelesaikannya secepat mungkin.

Tapi mungkin karena hati saya sudah terlalu sesak, saya berhenti dengan kegiatan memperbaiki pintu, dan hanya bisa terduduk bersandar di balik pintu, dan dimulailah drama bergenre melow, saya menangis sesegukan, sebentar-sebentar terdiam berusaha menahan kesedihan, lalu menangis lagi. Butuh waktu setengah jam untuk saya menata hati, paling tidak saya harus memperbaiki  kunci pintu agar aman. Kembali dengan kegiatan memperbaiki kunci yang juga sambil menitikkan air mata. Saat saya mengingat moment itu saya jadi berpikir betapa menyedihkannya pintu yang rusak, saya sampai harus menangis sambil memperbaikinya :p  yap, butuh setidaknya 3 paragraf untuk menuliskan kisah kunci pintu rusak ini. -_____-

Pintu selesai beberapa saat sebelum maghrib. Saya masih di rumah dengan perencanaan yang sudah ada sebelumnya. Namun ternyata Allah punya rencana lain untuk saya hari itu. Beberapa saat setelah pintu selesai saya perbaiki, langit berubah merah, angin berhembus kencang, ghubar datang menyapa. Sebelum ghubar, listrik terlebih dahulu padam. Dalam kondisi yang masih sedih saya mulai ketakutan. Sendiri di rumah, mati lampu, dan ghubar di malam hari. Saat itu takut mendominasi. Saya mulai mengabari beberapa orang. skenario yang telah Allah takdirkan buat saya terus berjalan hingga akhirnya suami dan aba saya sama-sama menginstruksikan untuk segera ke rumah salah seorang akhwat di daerah arkaweet yang kebetulan tak begitu jauh dari rumah saya di daerah markaz islami.

Sesampainya disana, saya mulai lebih tenang dan merasa aman. Hari-hari kembali berlalu. Berbagai moment masih terus datang silih berganti, masih terus melibatkan air mata, tak jarang pula di warnai dengan senyum semangat dan optimisme. Seperti saat saya harus melalui lebaran pertama kalinya tanpa suami dan keluarga di negeri orang, Allah justru menghadirkan saudari-saudari fillah di sekitar saya, bersama mereka semua saya menjalani lebaran idul adha tanpa kesedihan. Sebaliknya saya tersenyum penuh semangat berharap hari esok lebih baik, meski rindu itu tetap saja membumbung tinggi sekali. :p

Hari-hari berikutnya saya harus menata hati yang jatuh bangun menanti kabar mengenai qobul bersama 55 orang calon mahasiswa-mahasiswi baru lainnya. Hingga kabar baik datang dengan keluarnya qobul 56 orang tersebut termasuk saya, namun ternyata Allah menakdirkan jalan lain untuk saya tempuh. Saat itu saya, suami, dan kedua orangtua masih belum menyerah. Kami mengusahakan yang terbaik, beberapa hari pulang balik idaroh qobul, meminta bantuan kesana kemari hingga akhirnya keputusan tetap tidak berubah. Saat itu saya pasrah dan meyakinkan diri, bahwa inilah yang terbaik buat saya. InsyaAllah tahun depan masih ada kesempatan. Aamiin. Saya harus menjalani apa yang Allah takdirkan buat saya saat ini dengan penuh keikhlasan dan rasa syukur. Dengan perasaan lega tanpa beban saya akhirnya mengikuti muayanah, melalui proses ijroaat, dsb hingga bisa memulai kuliah.

Dengan sangat terasa, waktu terus berlalu atas izin Allah, tiada hari kecuali bertambah cinta dan rinduku padanya karenaNya. Satu hal yang saya sadari selama perpisahan ini, bahwa ujian mampu mendekatkan kita padaNya. Mampun menambah rasa syukur dan sabar di dalam hati. Membuat saya lebih berani, mandiri, dan tidak bergantung kepada siapapun kecuali kepada Allah.

Perpisahan ini membuat hatiku begitu dekat dengan hatinya. Membuat saya begitu bersyukur memiliki suami dan kedua orangtua yang tak pernah henti mendukung dan mengusahakan yang terbaik untuk saya, membuat saya bertekad untuk bisa menjadi istri yang lebih baik lagi, taat dan berakhlaqul karimah, anak yang lebih berbakti dan membahagiakan ummi dan aba.

Hingga akhirnya perpisahan inipun membuat saya menyadari, betapa saya mencintai dia dengan berbagai kelebihan dan kekurangan kami berdua. Semoga Allah senantiasa meneguhkan diriku dan dirinya, dalam perjalanan penuh onak duri ini, perjuangan dalam meraih keridhaanNya, dan dalam mengejar cita dan impian pernikahan kami, bersama hingga ke SyurgaNya.  Aamiin yaa Mujiibas-saailin.

Khartoum, 23 oktober 2015.

Aisyah ikhwan Muhammad.


Kamis, 23 Juli 2015

Lebaran 1436 H - 2015 M ^^


Taqabbalallahu Minna Wa minkum! Mohon maaf lahir dan batin buat siapa saja yang  kesasar di postingan ini. Hehe. Ada banyak sekali yang ingin saya tumpahkan dalam postingan kali ini, berharap sekilas moment moment yang telah saya lalui di negeri rantau ini tersimpan dengan baik, paling tidak ia mungkin bisa mengobati kerinduan saya suatu saat di masa depan akan perjalanan yang telah terlewati, biidznillah. :)

Yap, Lebaran kedua di bumi rantau, rasanya lebih ramai dibanding pertama kali lebaran di Sudan,  secara lebaran pertama tahun 2013 saya tidak lebaran di Wisma Duta. Lebaran 2015 ini, saya, suami, kakak icha, beserta suami dan krucil-krucilnya, sepakat untuk lebaran bersama di wisma duta. Alhamdulillah, Indonesia-nya lebih kerasa. Sebelum bercerita panjang lebar soal idul fitri tahun ini, saya ingin menuliskan sedikit momen 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.

10 Hari terakhir suami saya dan suami kakak icha menjalani  i’tikaf di salah satu masjid di Sudan, saya pun akhirnya menginap di rumah kakak icha agar tidak kesepian di rumah. Selama 10 hari terakhir,  3 orang mahasiswi indonesia juga ikut nginap di rumah kakak, tambah ramai lah suasana, masak-masak bareng, sahur dan buka puasa bareng, juga murojaah bareng sambil digangguin 2 bocil, Gangguan yang ngangenin termasuk tangisannya, teriakannya, dan lain sebagainya. baru sadar, 10 hari terakhir ramadhan tahun lalu di indonesia saya juga bareng 2 bocil kesayanganku ini. Siapa sangka tahun ini bisa bersama mereka lagi, namun bedanya tahun ini kami di Sudan. betapa luar biasanya rencana Allah. J

Dan akhirnya tiba di penghujung ramadhan, entah harus bagaimana menggambarkan perasaan harus berpisah dengan bulan mulia ini. L waktu terus berlalu, hingga akhirnya idul fitri tiba. Di malam lebaran, suami saya dan suami kakak icha (ampun dah ribet amat nulisnya -_-  ) akhirnya kembali ke rumah. Kangen sama suami jadi berasa banget ini, padahal Cuma 10 hari macam 10 bulan.  Iya, lebay memang tapi seriusan ini kangennya. Hahaha.

Akirnya saya dan suami kembali ke rumah kami. Sesampainya di rumah, saya menyaksikan penampakan rumah yang lumayan mengusik ketenangan jiwa saya (?), beberapa hari yang lalu memang ghubar, pantas saja jadi berdebu begini. saya pun sudah tidak tahan untuk menyibukkan diri dengan kegiatan bersih-bersih. Mulai dari membersihkan kamar yang sekaligus ruang tengah, tempat belajar, tempat makan, termasuk tempat jemuran dan beraktifitas. Haha. Multifugsi sekali ruangan kecil ini. Hoho, setelahnya pindah ke dapur mini yang langsung bersambungan dari ruang multifungsi tadi, tidak ada sekat maupun pintu jadinya lebih bebas, setelah beres, pindah ke wc tepat di samping dapur, mulailah saya menyikat dan membersihkan semuanya hingga harum mewangi, beres. Setelahnya baru bisa sedikit lega, ketenangan jiwa saya pun kembali setelah rumah bersih dan rapi *abaikan kelebayan saya* -_-

Suami saya sejak keluar sholat isya belum juga kembali, setelah saya hubungi ternyata dia lagi menghadiri acara khataman salah seorang mahasiswa di masjid, jadilah saya menunggunya hingga lewat tengah malam. Baru sekitar pukul 2 malam dia tiba di rumah, dia masuk sambil menenteng plastik di tangannya. Saya langsung menghampiri dengan sumringah, dia yang tau kalau kepo saya lagi kumat akan isi plastik tersebut hanya cengar cengir ala dia, “itu apaan, sayang?” tanya saya penasaran “hadiaaaaah!” jawabnya tanpa menghilangankan cengirannya. Dan ternyaaata, hadiah yang dimaksud adalah jubah couple yang dia pesan sejak jauh-jauh hari. Alhamdulillah... senang sekali rasanya, meskipun dari kemarin-kemarin sudah ada feeling dia bakal pesan jubah couple, soalnya saya masih ingat pas dia tiba-tiba minta jubah saya yang paling cocok, saya langsung nyadar kalau ini pasti mau di pake buat contoh, tapi saya pura-pura bego sajalah biar surprisenya berhasil  :p alhamdulillah, meski dalam keadaan  yang juga sempit, tapi niat dia untuk menyenangkan hati istrinya sangat istimewa bagi saya. Kalau kata aba saya, Kebahagiaan itu tidak bisa dibeli :D

Malam lebaran pun saya habiskan dengan menemani suami mempelajari naskah khutbah idul fitri yang akan dia bawakan di wisma nanti. Alhamdulillah untuk idul fitri tahun ini, dia ditunjuk sebagai khatib. Jam terus berdetak, tanpa terasa sudah menjelang subuh. Kalau tidur takutnya nanti telat bangun, akhirnya kami memutuskan untuk tidak tidur sama sekali. Tak lama kemudian adzan subuh berkumandang, kak rozi pun bergegas menuju masjid sementara saya sholat subuh di rumah, kemudian memasak sarapan nasi goreng, sepulang kak rozi dari masjid, kami langsung menyantap sarapan, kemudian bersiap-siap, hingga sebelum pukul 06.30 kami sudah keluar dari rumah. Kebetulan rumah kami sangat dekat dengan jamiah ‘ifriqiyah, tempat kami berkumpul. Sesampainya disana, belum banyak mahaisiswa-mahasiswi yang datang, padahal pengumumannya tarhil akan berangkat 06.20, hoho. Tak mengapa, sambil menunggu, saya menikmati udara sejuk di pagi hari, mendengarkan lantunan takbir yang membahana di langit Sudan, para warga sekitar sudah mulai terlihat lalu-lalang menuju masjid tujuan untuk melaksanakan sholat Ied. Beberapa lama kemudian, para mahasiswi yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba di markaz, kami pun segera berangkat menuju wisma duta.

Sholat Iedul Fitri terlaksana dengan khusyu’, setelahnya kemudian para jamaah mendengarkan khutbah yang saya berharap khatibnya tidak mengantuk berhubung dia tidak tidur semalaman :p
setelah khutbah ied terlaksana dan beberapa sambutan termasuk sambutan dari pak dubes, kami pun bersalam-salaman dan saling memohon maaf, kemudian bersama-sama menyantap makanan yang sudah disediakan. Mulai dari makanan ringan hingga makanan berat, yang paling menarik perhatian saya adalah keberadaan nastaaaar! Juga siomay! 2 jenis makanan yang mudah didapatkan di Indoensia tapi menjadi barang mahal dan langka bagi mahasiswa indo di Sudan. :p

Saya dan beberapa teman memberanikan diri untuk mendekat ke tempat makanan ringan, soalnya posisi nya berada di bagian ikhwan, beruntung para akhwat dipersilahkan lewat terlebih dahulu, Saya yang sudah excited sekali pengen makan nastar tetiba melihat sesosok yang ternyata sudah asik menikmati nastar, dengan pedenya dia memenuhi mulutnya dengan kue-kue di hadapannya, dan dia adalah pak khatib tadi -_-. Setelah saya mendekat barulah dia tersadar dan cengengesan. Ckck.  Setelah mengambil makan ringan, kami bergerak kembali untuk mengambil makan berat. Iya ga ada kenyang-kenyangnya memang :p Para mahasiswi terlihat asyik bercengkrama satu sama lain sambil menikmati makanan ala indonesia yang jarang kita dapatkan secara gratis. Cckck. :P 

Syatibi anak kedua kakak icha tidak perlu ditanya lagi, sejak tadi dia sudah penuh penjiwaan sekali menyantap berbagai macam makanan di hadapannya. Sepertinya dia juga mengerti kalau ini adalah kesempatan emas. Hahaha. Umminya sibuk mengelap mulutnya yang belepotan, bajunya penuh dengan noda bekas makanan, Syatibi tidak peduli, dia dengan khusyu’nya memasukkan berbagai jenis makanan ke dalam mulutnya, sesekali diselingi dengan menyeruput es teh manis. Haddeuh, syatibi memang paling tahu bagaimana menghargai makanan. ^^

Setelah saya dan kakak icha selesai menyantap makanan, (catat: syatibi masih makan) kami pun menelpon ummi di indonesia, rasanya haru sekali. Ada tangis yang di tahan saat mendengar suara ummi, reyhana, umar, rinduuunya dengan mereka. Kami menelpon hampir 2 jam lamanya, sama sekali tidak terasa. Hingga akhirnya tarhil pun tiba, kami lalu bergegas untuk kembali.

Setiba dirumah, rasa bahagia bercampur haru di hari yang fitri  masih begitu terasa, mesi ada setitik rasa hampa, ketika sampai di rumah terasa sangat sepi, berbeda ketika di indonesia yang pastinya akan heboh dengan keluarga yang sudah berkumpul, disertai berbagai macam hidangan ala lebaran, termasuk yang paling dikangenin yaitu ketupat dan buras. Alaa kulli haal, semuanya harus disyukuri. Jika tahun lalu saya berlebaran bersama keluarga besar tapi tidak bersama suami, maka lebaran tahun ini Allah ganti dengan lebaran yang penuh suka cita bersama suami rempongku tercinta. ^^

Finally, memasuki bulan syawwal ini, semoga apa yang sudah kita raih dan perjuangkan di bulan Ramadhan tetap kita pertahankan hingga sebelas bulan kedepan. Semoga kita kembali dipertemukan dengan bulan suci Ramadhan, dan semoga Ramadhan tahun depan kita bisa menjalaninya dengan lebih baik lagi, jika Allah masih mengizinkan kita untuk melaluinya. Aaamiin yaa rabb... 

Sekali lagi mumpung masih seminggu setelah lebaran, saya ucapkan Taqabbalallahu minna wa minkum, Mohon Maaf lahir dan Batin yah... :D



Senin, 13 Juli 2015

Cerita Ramadhan dan drama pindah rumah (part 2)



Ternyata beginilah rasanya Ramadhan di negeri orang. luar biasa! Luar biasa kangen indonesia. ^^ Dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, tanah air pastinya memang akan selalu buat kita kangen. Tahun ini adalah ramadhan pertama saya di Sudan bersama suami. Ada banyak hal yang terasa berbeda dengan ramadhan di negeri rantau, rasanya lebih menantang, saya pun mendapatkan banyak pengalaman baru, Meski suasananya tidak semeriah dan seheboh di Indonesia tapi tetap terasa hangat dihati. Masjid-Masjid di Sudan juga beragam, ada yang sholat tarawihnya membaca 1 juz, setengah, juz, atau kurang bahkan lebih dari itu. Banyak dari mahasiswa Indonesia yang laris manis menjadi imam di masjid-masjid. MaasyaAllah.

Sahur dan buka puasa menjadi momen yang sangat dinanti. Ramadhan tahun lalu di indonesia saya beserta reyhana yang bergantian menyiapkan makanan sahur untuk orang rumah, saat itu suami saya sedang di Sudan, maka tahun ini kewajiban saya kembali seperti semula, masak sahur dan buka puasa buat berdua saja. hehe. :p 

Kami juga sering menghadiri undangan ifthor jama’i baik yang diadakan oleh KBRI, PPI, organisasi, kekeluargaan, ataupun personal, saking seringnya saya sampai tidak bisa menghadiri semua. :D
Buka puasa bersama atau bukber ini juga sekaligus obat kangen akan tanah air, berhubung setiap bukber para WNI mulai dari mahasiswa-mahasiswi, home staff, local staff beserta keluarganya, hingga bapak dubes pun hadir. Disana kita bisa saling bercengkrama dan menikmati hidangan berbuka yang sederhana namun khas rasanya. :D seperti beberapa hari yang lalu saat saya lagi kangen makan rendang, tetiba ada undangan bukber di pip pks, ternyata setiba disana hidangan buka puasanya adalah rendang super pedas, Alhamdulillah, rezeki memang tidak kemana ya. Hoho

Di tengah suka cita di bulan ramadhan, saya lagi-lagi harus pindah rumah, hm..qaddarallah. ada beberapa alasan yang akhirnya mengharuskan kami kembali pindah. Jika dhitung-hitung, selama beberapa bulan terakhir ini, saya amat sangat sering packing. Dimulai dari sebelum berangkat ke Sudan oktober tahun lalu, pindah sementara ke rumah kakak saya, pindah kembali kerumah saya bersama suami, pindah rumah, dan kini pindah lagi. Ckck, dan karena suami saya sangat tidak bisa dalam hal packing, maka sayalah yang akhirnya mengepak barang-barang seorang diri. Tepar dah. -_-

Kami baru saja pindah dua hari yang lalu, proses angkat barangnya pun di malam hari yang kebetulan mati lampu, ckck. Alhamdulillah malam itu juga selesai pindahan, dibantu oleh mahasiswa teman-teman suami yang baik hati sekali mau membantu angkat barang dalam kegelapan. -_- malam itu setiba di rumah yang baru kami tempati, barang-barang berserakan memenuhi seluruh ruangan di dalam rumah, berhubung rumah yang sekarang ini unyu-unyu binti imut macam kamar kos-kosan, tapi entah kenapa saya justu lebih suka, merasa nyaman dan langsung bisa beradaptasi. Malam itu juga saya membereskan rumah semampu saya agar  paling tidak ada space untuk menaruh kasur, selebihnya saya kerjakan esok hari, hingga 2 hari kemudian sudah lumayan rapi dan bersih.. juga tepar! Ckckc asli tepar dan lemas. Pindah rumah di bulan puasa memang lumayan... :p

Malam ini, sehabis buka puasa dengan sepiring terang bulan atau martabak manis bikinan sendiri yang alhamdulillah rasanya sudah lumayan :P saya menyempatkan diri untuk sekedar merenggangkan jari-jari dengan mengetik sekilas cerita ramadhan tahun ini di Sudan.

beberapa hari ini, saya kangen berat sama yang namanya sirup DHT. Terbayang saat buka puasa di Makassar, es buah dengan sirup DHT adalah yang tidak pernah alpa. berbagai macam makanan khas indonesia berputar-putar dalam benak saya, berkali-kali saya berusaha menghilangkannya, tetap saja mereka nongkrong dengan asiknya di kepala saya. Ckck. Membayangkan kelezatan masakan ummi yang bagi saya tidak ada duanya malah membuat saya sakit kepala saja. -_- 

Buka puasa di Sudan juga tidak kalah nikmat sebenarnya, meski dengan masakan olahan sendiri yang terkadang masih rada-rada absurd, namun syukurnya tidak dikomentarin jelek oleh suami, soalnya suami saya tipe orang yang tidak terlalu cerewet (kadang juga bisa tiba-tiba cerewet) soal makanan, apalagi kalau lagi lapar piring juga dia makan. *eh :p

‘Alaa kulli haal, semuanya kita syukuri, tak ada yang lebih indah selain kesempatan melalui ramadhan itu sendiri. Tanpa terasa bulan yang di tunggu-tunggu, bulan yang sangat dirindukan, tidak lama lagi akan berakir. 2 Hari lagi kita memasuki 10 hari terakhir, bismillah... semoga Allah memberikan kekuatan buat kita semua menjalani hari-hari terkahir di bulan penuh berkah ini. Semoga kita semua di mampukan oleh Allah untuk melewati 10 hari terakhir ramadhan dengan sebaik-baiknya, dengan ibadah yang makin mantap, target murojaah tercapai, dengan hati penuh sukacita dan keikhlasan. Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin..

Khartoum, 18 Ramadhan 1436 H

Aisyah Ikhwan Muhammad. J







Senin, 29 Juni 2015

Mengapa Sudan?


Sebagai salah seorang perantau di sebuah negara di benua afrika ini, saya kerap kali di lontarkan berbagai macam pertanyaan yang klise menurut saya. “Apa yang membuat saya betah di Sudan? kenapa memilih sudan? bukankah di Sudan beasiswanya kecil?  bukannya disana panas banget yah? apa disana aman? kerusuhan kah?” dan masih banyak lagi pertanyaan yang kadangkala jika sudah malas saya jawab, hanya akan saya tanggapi dengan senyuman penuh arti. :p

Jangankan teman-teman, petugas kepo bandara soekarno hatta saja beberapa kali menanyakan pertanyaan yang sama dengan raut wajah heran, “mau ke sudan, mba? ngapain disana? bukannya lagi perang yah?” Sambil memindahkan koper saya hanya menanggapinya dengan santai, “Iya, mau kuliah, ga ada perang kok, pak, saya kuliahnya di Khartoum, Insyaa Allah aman.” “oh gitu, oke hati-hati ya, mba.” ucap si petugas bandara menanggapi.

Sebenarnya sejak awal saya juga tidak pernah terpikirkan untuk memilih bumi Sudan sebagai tempat saya menimba ilmu, takdir Allah lah yang membawa saya ke sini, setelah sebelumnya saya ditakdirkan pula untuk menikah dengan seorang pria yang kebetulan kuliah di Sudan. Hoho. Jadi  mau tidak mau saya harus ikut suami ke Sudan. Nah dari sinilah niat itu tertanam, bahwa saya ke Sudan adalah untuk mendampingi suami dan menuntut ilmu.

Semenjak hidup di Sudan ada banyak hal yang dipertontokan dengan nyata kepada saya, bahwa inilah kehidupan. Sungguh saya belajar banyak hal disini. Menjelang 2 tahun di Sudan, pelajaran dan makna-makna hidup yang saya dapatkan luar biasa banyaknya. Alhamdulillah.

Seingat saya, kami tiba di Sudan menjelang subuh hari sehingga panasnya belum terlalu terasa, nah saat siangnya saya diajak keluar oleh suami untuk membeli beberapa kebutuhan, di situlah saya merasakan tamparan-tamparan angin hot yang luar biasa, tapi Alhamdulillah pada saat itu saya tidak berkomentar banyak, mengapa? karena sebelumnya suami sudah mengingatkan, “ini belum panas yah, masih ada yang lebih panas.” -_- 


Adapun para mahasiswa di Sudan sudah lebih memahami dan bisa berkompromi dengan perubahan cuaca ekstrem yang terjadi di sudan. Sebenarnya mereka bukannya sangat tahan panas dan tidak merasakan beratnya cuaca ekstrem, namun seiring berjalannya waktu, mereka sudah sudah lebih tahu bagaimana beradaptasi dan berinteraksi di tengah cuaca yang panas membara, Mereka tetap bisa tersenyum bersama meski di hempas angin yang sungguh hot. “Bagai di elus-elus besi panas, yah.” canda suami saya di suatu waktu. “Sudan ngga panas kok, cuman hangaaat” celetuk teman suami di lain waktu. Mereka yang telah menjalani suka duka kehidupan sudan sudah lebih terbiasa. Panas membara hampir di sepanjang tahun bukan lagi suatu hal yang aneh, mereka bahkan lebih sering memilih menjadikan panas sebagai bahan gurauan dan ajang untuk memperbanyak rasa syukur ketimbang mengeluh pada keadaan. MaasyaAllah..:)


Lalu bagaimana kehidupan di sudan? iya seringkali kami memang kesulitan dan kesusahan. Tapi susah tidak harus selalu payah, bukan? sulit juga bukan berarti tidak bisa meraup Ilmu yang bermanafaat sebanyak-banyaknya, serta pengalaman hidup dan pelajaran-pelajaran berharga yang tidak kalah pentingnya. Kesulitan tidak serta merta bisa menghalangi kebahagiaan. Memang sedikit sulit mendeskripsikan bagaimana kehidupan di Sudan dengan kata-kata, mungkin memang hanya merekalah para perantau negeri 2 nil ini yang bisa memahaminya dengan baik. Jadi jika ingin tahu, ayo ke Sudan. hoho.

Sebenarnya penggambaran selama ini bahwa afrika terkhusunya Sudan itu menyeramkan tidaklah sepenuhnya benar. Serius loh, ada banyak keindahan di Negeri 2 Nil ini, (di sebut negeri 2 nil disebabkan Sudan adalah negeri tempat bertemunya 2 anak sungai Nil yaitu nil putih dan nil biru). lalu dimana letak keindahan Sudan? ya, kita memang harus mencarinya dengan seksama. Sebab keindahnnya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, tidak pula selalu bisa digambarkan secara fisik, tapi ia tumbuh perlahan di hati. J

Lalu apa yang paling membuat saya betah di sudan? Saya pikir itu karena ilmu. Semenjak saya kuliah di Ma’had lughoh, saya bertemu dengan berbagai macam orang dari berbagai negara, dengan bahasa yang beragam  namun dipersatukan dengan bahasa arab. Bertemu dengan ustadzaat yang luar biasa menurut saya, di Sudanlah saya memulai kembali menuntut ilmu di bangku kelas :p saya belajar bahasa arab dan ilmu-ilmu syar'i, dan juga yang tidak kalah penting, saya belajar bagaimana bergaul dengan orang-orang dari berbagai negara. Sedikit banyak saya mulai mengenali karakter-karakter mereka yang sangat beragam, menjadi akrab, teman, bahkan sahabat yang sangat dekat di hati.

Setelah sedikit-sedikit sudah lebih paham bahasa arab, suami mulai mengajak saya mengikuti kajian atau talaqqi di Sudan. Alhamdulillah bertumpah ruah rasa syukur bisa menimba ilmu langsung dari para Ulama' di Sudan ini, duduk di majelis mereka, meski belum paham sepenuhnya, tapi setidaknya dengan banyak mendengarkan, insyaAllah akan lebih terbiasa.

Jadi kala di tanya apa yang membuat saya betah di sudan? Maka dia adalah ilmu. Rasanya kesulitan yang saya hadapi di sudan ini sangat tidak pantas untuk dibandingkan dengan ilmu yang saya dapatkan. Begitu pula ketika saya bertanya kepada suami, apa yang membuat dia betah 5 tahun di Sudan, jawaban yang sama akan dia ucapkan, ilmulah yang membuat dia betah, dan tentunya selain ilmu, kebersamaan kami berdua pula yang membuat kami betah. ya iyalah masa LDR terus.

Selain itu kebersaman dengan para mahasiswa Indonesia yang ada di sudan juga menambah kehangatan dan kesyukuran, juga para ummahat (ibu-ibu) di Sudan, sebagian dari mereka ada yang sudah lama menetap, mereka membangun keluarga, melahirkan dan membesarkan putra-putri mereka disini sambil terus menuntut ilmu. Mereka tampak kuat dan sabar menjalani tahun demi tahun perjalanan di tanah rantau, sebagian dari mereka ada yang bahkan tidak pernah pulang ke tanah air selama bertahun-tahun. Maasya Allah. Mereka pula yang selalu memotivasi saya untuk semangat menuntut ilmu di Sudan, meski sebagian dari mereka sudah banyak yang kembali ke tanah air disebabkan studi yang telah selesai.

Setiap kali kesulitan melanda, suami selalu meyakinkan saya, dan dengannya saya meyakinkan diri sendiri bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha hambaNya, bahwa yang kita butuhkan adalah usaha dan doa terus menerus, kemudian tawakkal, menyerahkan semuanya kepada Allah. disaat ujian datang silih berganti kembali saya mengingatkan diri sendiri akan niat awal kedatangan, bahwa saya datang untuk mendampingi suami dan menuntu ilmu, dengannya semangat akan kembali tumbuh. Saya juga banyak belajar dari suami yang sudah lama di negeri ini, ia tipe orang yang sangat optimis (kadang malah kelewat optimis :p), selalu ia nasihatkan kepada saya agar tidak khawatir makan apa esok hari, bagaimana membayar sewa rumah, bagaimana ini dan bagaimana itu, namun sebaliknya, sekali lagi terus saja berdoa, berusaha, dan bertawakkal, dan yakinilah bahwa pertolongan Allah itu dekat.

Saya jadi teringat saat suami saya banyak menceritakan jatuh bangun kehidupan bujangnya selama di Sudan, demi memenuhi kebutuhannya dan tidak membebani orangtua di tanah air, dia mencoba bekerja sampingan sambil kuliah, semua demi terus bertahan hidup dan menuntut ilmu di negeri Sudan. Bukan hanya suami saya, bekerja ataupun berbisinis adalah suatu hal yang lumrah bagi para mahasiswa-mahasiwi di Sudan. Kadang ada yang menjual makanan,  pernak-pernik, barang elektronik, ataupun mengajar privat, itu semua demi memenuhi kebutuhan mereka tanpa harus terus bergantung pada orangtua di Indonesia apalagi bagi yang memang tidak mendapat kiriman dari orangtua maupun donatur. Beasiswa di Sudan hanya cukup untuk membayar biaya kuliah, asrama dan makan, selebihnya ditanggung sendiri, tidak ada mukafa'ah, karena itulah bekerja sampingan kadang menjadi pilihan selama ia tidak melenakan dari menuntut ilmu tentunya.

Dan lagi-lagi inilah secuil mengenai Sudan, meski dengan berbagai kekurangannya, dengan ke”hangat”annya, kesulitan hidup, mahalnya harga kebutuhan, sulitnya mencari rumah dengan biaya sewa yang sesuai, beasiswa  minus mukafa'ah yang sebagian besar hanya diperuntukkan bagi mahasiwa S1, belum lagi pengiriman uang yang sulit (tidak bisa melalui ATM), ditambah pengurusan administrasi yang seringkali bikin mumet dan kadang "sedikit" memancing emosi... ya begitulah, Insyaa Allah segala halangan rintangan (membentang tak jadi masalah dan tak jadi... *abaikan*) tidak akan menyurutkan langkah para perjuang di Sudan, biidznillahi ta'ala. :) dan jujur saja, dengan berbagai ke”gado2annya” negeri Sudan ini, saya sejak awal sudah merasa, bahwa suatu saat jika saya harus meninggalkan Sudan, maka saya akan benar-benar  kangen sekangen-kangennya dengan berbagai macam keunikan dan nano-nanonya tinggal di negeri ini. Semoga semua penempaan di negeri ini semakin  menguatkan bukannya melemahkan, dan semoga pula pengalaman hidup di tanah rantau ini menjadi bekal yang berati buat kita di masa yang akan datang. Aamiin. 

Lalu apa indahnya Sudan? kan sudah saya tulis di atas tadi :p indahnya sudan itu tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. tapi ia dirasakan disini, di dalam hati, broo. :)

pemandangan sungai nil putih sewaktu rihlah ke jabal aulia. :) 

Khartoum, baru di posting 29 Juni 2015 (setelah ditulis beberapa bulan yang lalu dan nangkring di laptop sekian lama) :p


Aisyah Ikhwan Muhammad.




Tentang Ramadhan



Tentang Ramadhan...

Ramadhan adalah bulan suci penuh berkah yang selalu menyimpan sejuta kenangan tak terlupakan bagi siapapun dan dimanapun. Berjuta rasanya setiap kali mengenang episode-episode ramadhan yang telah saya lalui sepanjang  18 tahun hidup ini. Dari kecil hingga tumbuh besar, memory tentang ramadhan adalah yang paling selalu melekat kuat dalam hati dan pikiran.

Seperti hari ini, ketika saya lagi-lagi menyadari bahwa sebentar lagi ramadhan akan tiba, spontan muncul begitu banyak rasa yang bercampur aduk mengenang setiap ramadhan yang telah terlaui. Untuk setiap detiknya saya cuman bisa bilang, rindu rindu rindu!

17 kali ramadhan, dan tahun ini adalah ramadhan ke-18. Ada yang berbeda, jika sebelumnya setiap kali ramadhan saya berada di Indonesia, kali ini saya di negeri ini, di negeri Sudan, tahu Sudan kan, bro? Ituloh negara yang sangat kece badai nan terkenal se-seantaro dunia. :P  

Meski belum tahu akan seperti apa rasanya menjalani ramadhan di Sudan, saya tetap optimis dan sangat menanti ramadhan kali ini. Kata suami saya, bulan ramadhan di sudan cuaca akan terasa sangat amat HOT. Wew -_- ini aja masih 2 bulan sebelum ramadhan, suhu sudah sering mencapai 45 derajat celcius, Tapi insyaAllah bisaa! Buktinya teman-teman di sini yang sudah berkali-kali menjalani ramadhan di Sudan masih sehat wal ‘aafiyah. Heheh.

Beberapa hari ini saya mulai mempersiapkan kondisi fisik (?) saya sebelum memasuki ramadhan, biidznillah. Ya berhubung saya penderita magh kronis. Suami juga sudah mulai agak sangar mengontrol masalah makan, terlebih soal makan pedas dan tidak makan sama sekali seharian. Hoho. Jadi ingat pas kemarin cokko2 (ngumpet) makan mie kuah extra pedas yang akhirnya ketahuan -_-

Yang juga banyak terkenang dari setiap bulan ramadhan yang telah saya lalui adalah soal penyakit maghku tercinta ini. Sedari kecil, setiap bulan ramadhan ummi pasti mengontrol dengan ketat apa  yang saya makan saat sahur dan buka puasa. Setiap sahur saya wajib makan nasi, lauk, pisang ambon, kurma, minum madu obat, dan air putih yang banyak. Begitupun saat berbuka. Disaat kakak saya dengan ganasnya langsung menyantap es buah, ummi selalu mengawasi, saya harus mulai dari air putih, atau minuman hangat, kemudian kurma, dan barulah boleh makan dan minum yang lain. Sebab jika tidak begitu, maka jadilah saya setiap hari terkapar, muntah, lemas, bisa jadi dehidrasi, dan puncaknya adalah tiduran di rumah sakit, again. Nah  otomatis kalau sudah begitu tidak akan sanggup puasa dong. Makanya dari kecil sampe sudah menikah bahkan, setiap kali sahur dan buka, ummi masih tidak pernah bosan mengingatkan, “aisyah sudah makan pisang? Kurma juga jangan lupa!” “aisyah, jangan langsung minum air dingin. Ingat2 penyakitmu nak” (tuh kan, jadi rindu ummi L

Diantara sekian banyak moment ramadhan, tahun kemarin adalah yang sangat berarti buat saya. Setelah berbagai macam nano-nano hidup, ada keluarga tempat meleburkan segala rasa, dan selalu menjadi tempat bagi kita untuk kembali pulang. Ramadhan tahun kemarin saya harus pulang ke indonesia, sementara suami punya jadwal ujian yang otomatis membuat dia tetap di sudan. yup LDR-an lagi. :(

Alhamdulillah tahun kemarin Allah berikan kesempatan untuk menjalani ramadhan bersama keluarga tercinta, bersama ummi aba, kakak achi, kakak bibi, adek unyu-unyuku si reyhanG, umarku tersayang , juga bersama ponakan2, sepupu2, mama ani tercinta, tante2 yang berisik tapi ngangenin.

Yang sangat special dari ramadhan tahun kemarin adalah kebersamaan yang sangat berkualitas rasanya. Ummi aba yang biasanya sangat sibuk menjadi sangat sering di rumah, terutama ummi yang hampir full time di rumah. Selama sebulan penuh ummi terus memasak berbagai macam makanan yang..yang...sungguh tidak sanggup lagi sayaa katakan, yang..enaknyaaaa tak terbahasakan T_T ummi dan aba hampir full sebulan selalu buka puasa dan sahur di rumah bersama. Di tambah pula 10 hari terkahir, kakak icha ikut menginap dirumah bersama para krucil2nya, yakni abang jaza, adek tibiy dan kakak syifa. Sementara suaminya dan kakak ubaid i’tikaaf. Waduh, bertambah ramelah rumah. Berisik, gaduh, semi kacau tapi ngangenin parah. Suasana heboh seperti itulah yang selalu saya rindukan. Maklum rumah saya di Sudan hanya diisi oleh 2 manusia yang agak labil. Kadangkala kami dengan sengaja membuat kegaduhan agar rumah terkesan rame. -_-

Ramadhan tahun kemarin juga sangat terasa special dengan sholat tarawih berjamaah di masjid yang selalu hits di Makassar setiap bulan ramadhan. Dengan pak imam yang tentu juga hits (bukan hits obat nyamuk nah. Hits terkenal maksudnya) sepulang sholat tarawih bolehlah singgah cari makan. Sampai di rumah masih juga heboh bin berisik. Masih beraktifitas layaknya siang hari padahal jarum jam sudah berganti hari. Kadang hanya tidur beberapa jam dan bangun kembali. Saya, ummi, dan si reyhang, akan bergiliran setiap hari untuk menyiapkan makanan sesuai jadwal untuk sahur sekeluarga. Setelah sahur biasanya aba akan melanjutkan dengan memberikan nasihat subuh yang selalu menyejukkan, kadangkala diselingi dengan “nak, ambilkan dulu obatnya aba” (tuhkan jadi rindu abaa.. T_T)

Ramadhan tahun kemarin juga lebih berati dengan kehadiran partner murojaah yang masya Allah sangat memotivasi. Meski murojaahnya kakak icha sambil di recokin krucil 2, nyetor  hafalan tetap saja lancar maasyaAllah. Beda sekali dengan saya yang saat menghafal maupun murojaah seakan berpindah ke dunia lain. Butuh fokus dan konsen yang amat sangat, apalagi saat puasa, sampe terkadang pake penutup mata dan telinga segala -_- yaa begitulah sekilas kenangan-kenangan ramadhan di tahun kemarin.

Dengan berbagi momen yang telah saya lalui, saya sangat sadar, bahwa saya wajib sewajib-wajibnya untuk senantiasa bersyukur sebanyak-banyaknya kepada Allah atas apa yang telah saya lalui. Ada begitu banyak orang di luar sana yang jangankan menjalani hari-hari di bulan ramadhan bersama keluarga, untuk sekedar sahur dan berbuka pun mereka harus berjuang begitu keras. Teringat mereka para perjuang fii sabilillah di medan jihad, di Suriah, di Palestina, di Yaman, dan di berbagai belahan dunia lainnya. :’(

Ramadhan tidak lama lagi, semoga kita semua dapat melalui ramadhan dengan keikhlasan dan hati penuh suka cita, semoga kita semua telah siap menyambut tamu agung yang yang sangat dirindukan,  yang akan datang dan pergi begitu cepat, meski kita tidak tahu bahwa akankah Allah mengizinkan kita untuk melewati ramadhan kali ini, meski kita tidak tahu akan seperti apakah ramadhan kita kali ini.

Semoga Ramadhan kita tahun ini menjadi ramadhan yang indah nan berberkah, melengkapi setiap episode Ramadhan yang telah kita lalui, menjadi kenangan dan pembelajaran berarti yang terus melekat kuat di dalam hati dan pikiran, di sepanjang hidup kita. Aamiin. 

Khartoum, 30 April 2015

Aisyah Ikhwan Muhammad



Awal musim panas SUDAN 2015 dan drama pindah rumah :p



Musim dingin sudah berlalu dan benaran sudah lewaaat. Sampai-sampai saya seakan lupa bagaimana rasanya musim dingin kemarin.  Padahal saya sudah bersemangat sekali, soalnya kata suami, selama hampir 5 tahun disini musim dingin tahun inilah yang paling dingin, di siang hari suhu bisa dibawah 10 sampai 5 derajat, apalagi kalau subuh hari, namun ternyata sangat singkat watunya. :P namanya juga afrika musim panasnya memang lebih mendominasi hampir di sepanjang tahun.

Beberapa hari ini, panas sudah bukan sekedar menyapa lagi, tapi dia sudah sungguhan menampakkan diri tanpa ragu-ragu. Tidak seperti beberapa minggu yang lalu saat cuaca masih labil-labilnya dengan suhu yang naik turun macam harga BBM di Indonesia.

Di awal musim panas ini, saya sudah menempati rumah (sewaan) yang baru. Padahal kalau bertanya ke hati saya, saya sudah sangat betah di rumah yang dulu. Dengan lokasi yang cukup dekat dengan Jami'ah dan harga yang sesuai dengan rumahnya, belum lagi saya dan suami sudah satu setengah tahun menetap disana,  ada banyak kenangan mulai dari awal- awal kedatangan, sedih, bahagia, galau, semangat, jatuh bangun semua di mulai dirumah itu. Bahkan awal kehidupan rumah tangga saya di mulai dirumah itu. Hingga 2 tahun pernikahan saya masih di rumah itu. Meski bertepatan setelah 2 tahun pernikahan, besoknya saya sudah harus angkat kaki. -_-

Bisa dibilang, kepindahan saya ini sedikit berbau drama. Setelah si yang punya rumah menaikkan harga sewa yang lumayan mencekik (?) kami akhinya memutuskan harus pindah, meski sebelum keputusan itu suami masih terus membujuk si yang punya rumah, tapi saat sudah mentok, akhirnya kami minta keringanan paling tidak memberikan kami waktu sampai setelah saya dan suami selesai imtihan (ujian). Akhirnya dia setuju, dan jadilah saya dan suami menjalani hari-hari imtihan sambil sibuk mencari rumah dan lumayan deg-degan tapi masih terus tawakkal bahwa akan ada jalan In syaa' Allah.

Setelah saya dan suami akhirnya selesai imtihan, di mulailah episode berkeliling mencari rumah yang  kami hanya diberi waktu seminggu oleh si yang punya rumah. Di Sudan mencari rumah itu tidak mudah. Kadang ada yang harganya sangat mahal padahal rumahnya tidak sebanding. Karena itu mencari rumah disudan butuh  tenaga dan waktu yang tidak sebentar, namun Alhamdulillah tepat sebelum waktu yang diberikan habis, suami akhirnya mendapat rumah yang disewakan tidak jauh dari rumah yang kami harus angkat kaki darinya (?). Meski waktunya mepet sekali dan sudah bikin deg-degan kalau-kalau kami beneran diusir padahal belum dapat rumah. *ckck. Sampai  adek di indonesia sudah komen, “kalian berdua itu tingkat ketawakkalannya tinggi sekali yah, masa besoknya udah mau disuruh minggat dapat rumahnya baru hari ini.” Hahahaa.

Dimulailah proses angkat barang. Saya sih tentu tidak ikut angkat barang ya, saya cuman menggandeng tas saya sendiri, dan bantal dua biji. Hahaa. Selebihnya diangkat oleh suami dan teman-temannya yang asli kassa’2 (kuat) sekalee. Masa koper yang gedenya muat satu orang bisa diangkat seorang diri, dan ini tidak pake mobil loh, dia ngangkatnya jalan kaki saja. MaasyaAllah. Sangat bersyukur, disaat membutuhkan ada banyak orang yang bersedia membantu. Proses pindah barang selesai, sekarang giliran saya dan suami yang sibuk beres rumah. Atur sana atur sini, angkat ini angkat itu. Dan akhirnya sudah  lumayan rapi dan bersih beberapa hari kemudian. Alhamdulillah.

Dan disinilah saya, sang  istri yang fulltime dirumah *asik. masih sibuk beres-beres berbagi macam hal dirumah, bikin sarapan tidak lagi buru-buru :p, bisa masak dengan tenang di pagi hari, membersihkan rumah dengan santai, dan malamnya tidak perlu nyuci baju lagi karena sudah dikerjain di pagi hari. Soalnya kalau kuliah jadi terbalik, berhubung saya kuliah pagi dari jam 8 sampai siang. Tapi setelah sebulan ini tidak kuliah karena saya sudah selesai Ma’had Lughoh, jadi ada sedikit kebosanan yang harus saya tepis. Masih harus menunggu beberapa bulan lagi. Ya setidaknya saya bisa berisitirahat sebelum kembali memulai proses ijroaat kuliah S1 dan setelahnya insyaAllah memulai perkuliahan (kalau lulus) aamiiiin.

Di rumah yang baru ini alhamdulillah saya sudah mulai bisa beradaptasi, Meski dihari-hari pertama masih berasa lumayan tidak nyaman dan sedikit takut. Sampai ditinggal suami sholat saja saya sudah meneror dia dengan sms-sms yang isinya kurang lebih sama “kak, cepatki pulang, takutkaa >_<” kalau kata ummi sih rumah baru memang seperti itu, apalagi rumah ini memang belum pernah ditinggali sebelumnya *mulaihorror* karena itu saya dan suami bergantian membaca surah Al Baqarah, atau paling tidak memutar murottal surah Al Baqarah, dan terbukti, setelah rajin membaca surah Al Baqarah, perasaan saya jadi lebih nyaman. Hehe. Intinya saya sangat bersyukur, dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, saya dan suami sudah mendapatkan rumah untuk ditinggali, setidaknya hingga beberapa bulan kemudian. 


Cerita Imtihan




Cerita Imtihan (Ujian).

Imtihaan atau ujian yang akan saya bahas saat ini bukanlah mengenai imtihan kehidupan tapi lebih kepada imtihan di kampus dan bumbu-bumbunya. Hehe

Institute of Arabic language, international university of africa adalah institute yang khusus mengajarkan bahasa arab dan tsaqofah islamiyah, bisa dibilang Ma’had Lughoh ini adalah semacam kelas persiapan bahasa yang di indonesia mungkin lebih dikenal sebagai I’dad Lughawiy. Di Ma’had lughoh ada 3 Mustawa (semester) setiap mustawa nya tiga bulan, dan setiap 3 bulan itu pula akan ada ujian untuk naik ke mustawa berikutnya.
Nah berhubung saya hanya akan menceritakan soal bumbu-bumbu imtihannya, maka  saya skip dulu penjelasan soal ma’had lughoh. Selama 3 kali imtihan ini, dua diantaranya berdekatan waktunya dengan jadwal imtihan suami saya yang pada saat itu sedang kuliah  di Fakultas Islamic studies, international univ. Of africa

Karena itu sejak awal kami sudah saling bersepakat bahwa siapa yang sedang menjalani imtihan, maka akan di support penuh oleh yang tidak imtihan. Misalkan suami sedang imtihan maka suami untuk sementara tidak dulu membantu saya dalam pekerjaan rumah seperti biasanya. Dia hanya fokus belajar, dan saya yang mengerjakan pekerjaan rumah, saya akan menemani dia begadang, minum kopi, makan cemilan, dan menyemangati. Sebaliknya jika saya imtihan, hhm.. tentu peraturannya tidak akan sama persis. Haha.. saya tetap mengerjakan perkerjaan rumah tapi  beberapa jadwalnya akan dibagi. Seperti mencuci piring dan mencuci baju. Adapun membersihkan rumah dan memasak tentunya tetap saya. Secara dia tidak berbakat dalam hal membersihkan rumah, apalagi jika harus dia kerjakan sendiri. Haha. Tapi dia akan lebih mensupport saya dalam hal belajar, dia banyak membantu saya untuk pelajaran-pelajaran yang tidak saya pahami, menemani saya begadang, meski kadang lebih sering menggangu konsentrasi saya. -_-

Seperti saat imtihan mustawa 1 dan dia imtihan entah mustawa berapa saya sudah lupa.*toeng Semuanya berjalan sesuai dengan komitmen bersama. Alhamdulillah dia dan saya mumtaz, biidznillah. Imtihan mustawa 2 juga masih dengan kesepakatan itu.  Meski setelah imtihan mustawa 2 saya balik ke indonesia dan  saat suami ujian akhir S1 saya tidak mendampingi, L. Tapi kemudian semua berubah *bahasa apami ini* tatkala saya imtihan mustawa 3. Tanpa kami duga, jawal imtihan kami sangat amat berdekatan bahkan hanya beda sehari. Belum lagi suami yang sekarang sudah S2 (Tapi tetap tidak mau saya bilangin sudah Lc, katanya belum pantas. :P) jadi kesepakatan yang dulu itu entah sudah sirna atau saya dan suami yang pura-pura lupa.
Karena jadwal imtihan yang berdekatan, Jadi  tidak teraturlah pekerjaan rumah, kerjanya suka rela. Masak sih tetap saya tapi itupun yang praktis saja. Bikin cemilan dan minuman pas begadang juga suka rela, siapa saja yang lagi baik hatinya :P,  kita juga  jadi jarang ngobrol, sampai-sampai belajarnya di tempat terpisah. Saya di ruang tamu, suami di kamar (ini kebalik yah -_-) kenapa harus di ruang terpisah? Karena saya dan suami tipe orang yang kalau lagi belajar itu berisik nya minta ampun! Tidak ada istilah menghafal dalam hati, sudah macam menghafal quran mesti dijaharkan. Haha. Dan lagi kita sama-sama orang yang kalau lagi serius tidak bisa diganggu.  Jadi lah masa-masa imtihan kemarin kami bagaikan dua orang yang hidup dengan dunia masing-masing. Paling kalau mau berangkat ke kampus barulah saling menyemangati. Selain itu sudah  tidak terjelaskan, masih di dunia lain (?)

Alhamdulillah meski begitu, kami berdua tetap optimis (pasrah) dengan nilai kami berdua. Nilai saya sudah keluar, tinggal tunggu nilai suami. Setelah imtihan kami berdua memang sudah sama-sama sepakat, berapapun nilai kita berdua, mumtaz tidak mumtaz harus tetap bahagia *alasan. Lalala~*

Alhamdulillah masa imtihan kali ini sudah berlalu, masa-masa yang menegangkan sekaligus seru dan dirindukan. (serius?) hehe. Masa-masa begadang, wajah serius saat belajar, pulang dari kampus dengan lesu ataupun antusias menceritakan soal-soal imtihan, dan menanyakan jawaban-jawaban betul atau tidaknya. Khusus menanyakan jawaban, itu cuman berlaku buat saya. Karena kalau suami, sepertinya tidak mungkin dia bertanya betul tidaknya jawaban dia ke saya. Hahaha. Mana saya pahamlah ._. untuk saat ini tapinya. Insya Allah kalau terus belajar akan paham di masa depan. Hoho.

Saya hanya berdoa semoga imtihan-imtihan selanjutnya, saya dan suami terus bisa saling mendukung, membantu, bekerjasama dan menyemangati satu sama lain. Baik itu imtihan di kampus maupun imtihan kehidupan yang tentunya mebutuhkan kerjasama, kekuatan dan kesabaran yang lebih dan lebih. J 


Who am i?

Foto saya
Khartoum, Al Khartoum, Sudan
Ikhwan's No.3 | Fakhrurrazi's 💍| Cintanya Al amin Muhammad| Student Mom yang menikah di usia 16 dan masih terus belajar menjadi Ibu, Istri, dan anak yang sholihah.

Followers