Selasa, 28 Oktober 2014

Who am i , today?





Tadinya tulisan ini ingin saya tempatkan di profil blog, tapi karena sepertinya kepanjangan (haha), jadilah saya membuatnya menjadi satu postingan baru. 

Menuliskan tentang siapa diri kita hari ini, adalah cara yang yang lumayan baik untuk mengenal siapa diri kita. Membandingkannya dengan tulisan di hari kemarin, kita bisa melihat perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Baik itu dengan jarak sebulan, setahun, atau bahkan bertahun-tahun.

Ini sudah menjadi kebiasaan saya sejak kecil. Menuliskan bagaimana saya hari ini, pengalaman-pengalaman yang baru saya lalui, dengan begitu saya bisa menakar, seberapa banyak saya bersabar atas ujian yang Allah berikan. Seberapa sering saya bersyukur atas semua nikmat yang telah Allah anugerahkan, seberapa ikhlash? adakah saya berjuang lebih keras dari sebelumnya, adakah cita yang berserakan itu mulai tersusun, adakah niat itu masih selalu tertanam di dalam hati, atau malah hanya keluhan yang terus ada? penundaan yang tak hilang-hilang juga, dan satu lagi, sudahkah saya mengobati problem ter "menyebalkan" dalam keseharian saya yaitu,  "TIDUR" -_______________-

Siapa saya hari ini?

Hanya anak 17 Tahun. Yang sudah menikah setahun lebih yang lalu, Merantau, kemudian terdampar di benua afrika, di sebuah negeri bernama Sudan. Tetiba menjadi anak ibukota (Ibu kota sudan, Khartoum :P). Mahasiswi Ma’had Lughoh International University Of Africa. Sehari-hari jalan kaki ataupun naik reksya (kalau panasnya lagi luar binasa) pulang balik rumah-kampus-rumah. (Bagi orang afrika, jaraknya sangat dekat. Tapi bagi asia kurus seperti saya, itu lumayan. -_-)

Saat musim panas, akan terasa sangat menyengat bagai dipanggang. Saat musim dingin akan sangat menusuk, kering, dan menggigil, dengan angin yang lebih kencang dari biasanya, terkadang jadi sedikit memperlambat perjalanan pulang. Tapitapi, mau musim panas atau dingin, GHUBAR (Badai pasir/debu) tetap saja eksis. Tampak dari covernya hanya ada 2 kata yang sangat cocok untuk menggambarkan tanah rantau ini, Cuaca Ekstrem.

Tapi percaya tidak percaya, ada banyak hal-hal menakjubkan yang akan kita dapatkan saat hidup di negeri ini. Belajar untuk selalu bersyukur dan bersabar, Berbahagia atas hal sederhana, adalah saat-saat terindah yang saya rasakan. Bertemu dengan beragam manusia dengan bahasa dan warna kulit berbeda, mereka datang dari berbagai penjuru dunia dengan tujuan terbanyak dan terfavorit; “belajar agama, belajar bahasa arab” dengan metode dan sistem pembelajaran bahasa yang tak neko-neko, namun nyatanya menjadi salah satu yang terbaik di dunia internasional, menarik banyak pelajar untuk menyicipi rasa akan menuntut ilmu di negeri Sudan.

Nah, pertanyaanya adalah, adakah yang mau mencoba jadi anak SUDAN(G)? Insya Allah dijamin akan berkesan. Yang tidak bisa dijamin adalah, tampang dan warna kulit anda setelah pulang dari negeri rantau ini. Hohoho. :D

Nah lho, ini kok jadi bahas Sudan? haha..

Yah. setahun lebih telah berlalu semenjak pertama kali menginjakkan kaki di sudan. Saya tetap saja kurus, malas makan, dan suka begadang. Alhamdulillah tak sedikit pun saya menyesal belajar jauh-jauh ke negeri ini, sebaliknya saya justru sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari penuntut ilmu di negeri ini, bertemu dengan ustadzah-ustadzah luar biasa yang sangat saya cintai. 

Teman-teman yang telah  mewarnai kehidupan saya, terkhusus 3 teman duduk absurd yang ngangenin, Maymunah si China, Ayha si Jepang, dan Yasmin si Hungaria. belum lagi teman-teman Nigeria yang selalu asyik diajak diskusi. Seorang teman Somalia-Irlandia yang menjadi teman untuk saling tasmi' hafalan, teman dari Scotlandia yang kegemarannya setiap waktu isirahat minta di tahsinkan, dan ini menjadi trend dikala mendekati ujian. Satu persatu teman-teman mendaftarkan diri untuk di tahsin. Bahkan jika tak ada waktu banyak, mereka bela-belain nitip untuk direkamkan. Kadang baru saja saya sampai di kelas, bangku saya sudah duluan penuh. Ckckc. Tak terlupa ketua kelas dari Camerun yang tadinya saya pikir sangar namun ternyata baik. Dia juga ikut minta direkamin. Nah kebetulan sekali saya perlu beberapa catatan ta’bir, saya pinjamlah dari dia. Barter, beres kan.

Pernah juga teman dari Indonesia mengenalkan teman Korea, saat pertama kali kenalan saya dengan sok tau tetiba berbahasa korea "Anyeong haseyo oenni, nan aisyah imnida.." hahaa..dia kemudian langsung memabalas dengan bahasa korea pula! Nah. Baru tau rasa, akibat sok tau. Cuma negelongo kemudian mengakui, heheh ”afwan, ana maa fahimtu.”

Tak terlupa, dan tak kan tentunya (insyaAllah), teman-teman sesama indonesia. Yang selalau bisa menghibur dikala sedih, membuat saya merasa memiliki keluarga di negeri ini, teman-teman dimana saya merasa nyaman bersama mereka. Menjalin silatrurrahmi, membangun ukhuwah, ta’awun, berbagi bahagaia dan kesedihan. Saya hanya ingin menyampaikan buat teman-teman sesama indonesia, syukran wa jazakumullahu khairan untuk semua kebaikan yang telah kalian berikan buat saya. Hanya Allah yang dapat membalasnya. Semoga ikatan ukhuwah ini senantiasa terjalin sampai kapanpun dan dimanapun kita akan pergi dan saling meninggalkan. #Aseek

Adapun Bahasa Alhamdulillah sudah lumayan membaik. Setidaknya saya bisa bercakap dengan ammu2 penjual di suuq atau di baqqolah,  ammu2 reksya (Hahaa!), teman-teman, ustadzah, kenalan, dll. disini saya benar-benar semakin memahami betapa pentingnya sebuah bahasa termasuk bahasa tubuh. Lewatnya kita bisa mengerti dan mereka pun bisa mengerti, alhamdulillah

Alhamdulillah juga sudah lumayan bisa masak, meski pada awalnya saya takut meracuni orang lain berhubung setiap main cooking academy pasti yang muncul dibalik penutup hidangan adalah obat sakit perut. haha. Memang tak sulit, memasak itu menyenangkan terutama saat saya lagi kangen masakan ummi, dan minta resep lewat Whats app, jadilah saya bereksperimen.


Tak ketinggalan seabrek rutinitas IRT. Tentu saja. Tak perlu penjabaran. Semua orang mengerjakannya, hehe. Hanya saja di sudan, mungkin kita butuh lebih rajin membersihkan. Maklum, debunya yang over memang seringkali membuat rumah lebih cepat kotor dari biasanya. Bagi saya, pekerjaan IRT memang sangat penting, tapi jangan sampai melalaikan kita dari belajar (Sok rajin). Bukankah pekerjaan2 yang lain itu hanyalah penunjang walau tentu juga penting. Nah, ini yang harus saya biasakan, kadang-kadang saya terlalu over beres-beres rumah, penyebabnya adalah saya tidak bisa belajar dengan keadaan sekitar yang kotor (sok bersih), akibatnya kadang setelah beres-beres justru kecapekan, dan yaah lagi-lagi, tidur jadi pelampiasan. :p

Yaah, apapun itu tentang kehidupan disudan, memang selalu menarik untuk diceritakan maupun dituliskan. Mungkin karena negeri ini telah begitu banyak mengajarkan saya akan arti kehidupan. Ada banyak ujian yang Allah berikan di negeri ini, begitu pula Nikmat tak terkira, saya diajar untuk bersabar sekaligus beryukur dalam setiap kondisi dan keadaan. Adakalanya saya tejatuh, menangis, dan merindu, namun tak 
sedikit pula saya menjalani hari dengan penuh semangat, senyuman, keceriaan, dan optimisme.

Seperti inilah secuil dari cerita kehidupan di sudan dari sisi saya, kita memang perlu kekuatan, keteguhan, keberanian, semangat, mujahadah dan azzam yang kuat untuk bisa bertahan dalam berjuang menuntut ilmu di negeri ini.

“Kita diajarkan untuk tidak hanya tersenyum karena bahagia, tapi juga tersenyum untuk bahagia.” Tak ada ada yang terlalu sulit jika kita mau mencoba untuk menjalaninya, mencoba melihatnya menjadi sesuatu yang mudah. Biidznillah..:)

Dengan sangat terasa, setahun lebih telah berlalu. Kini saya memasuki tahun kedua, bagai lembaran baru yang belum terisi dan akan segera terisi insyaAllah. Satu hal yang tidak pernah saya duga selama setahun ini adalah bahwa, tahun kedua ini, Kakak labil saya *eh Kakak Icha, akan ikut bergabung dalam barisan para perantau, pejuang, dan penuntut ilmu di negeri dua nil ini #aseek.

Kebersamaan saya dengan kakak selama beberapa hari terakhir ini adalah hal yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Alhamdulillah... Allah punya rencana dibalik semua kejadian yang telah terjalani setahun ini. Dihari-hari pertama kakak saya disini, dia sudah menyaksikan dan merasakan sendiri, betapa “Hangatnya” hari-hari di sudan. Terutama di hari-hari awal kedatangan, dimana saya yakin bahwa setiap mahasiswi baru bahkan yang sudah kadaluarsa pun pasti merasakannya, “Beratnya Ijro’’at” haha. Tapitapi, Janji Allah itu Pasti. Kemudahan setelah kesulitan. Semoga  Allah menguatkannya. Saya yakin Biidznillah, dia lebih dari sekedar bisa untuk menapaki jalan ini.

Tadinya saya ingin menulis tentang siapa saya hari ini, namun seiring bertambahnya tulisan saya di page ni, saya menyadari, saya hari ini adalah saya yang berada disudan. Dengan berbagai cerita dan warna, saya disudan, di negeri sederhana ini. Berjuang untuk satu tujuan mulia insyaAllah, menuntut ilmu, mendampingi dia yang telah Allah takdirkan untuk menjadi pasangan hidupku. Juga untuk yang tak terduga, menemani kakak yang lagi masa penantian menunggu suami dan krucil2 nya datang, berpetualang mencari pengalaman hidup, belajar dan terus belajar. Inilah siapa saya hari ini, Masih kurus, malas makan dan suka begadang. J

TBC... 

Khartoum, lupa tanggal berapa.

Aisyah Ikhwan Muhammad. 
Kamis, 17 Juli 2014

Because Allah Knows...:)



Hari-hari telah banyak berlalu..
menyisakan begitu banyak hal yang mesti kita pilah, antara membuangnya jauh-jauh, atau membiarkannya sebagai kenangan. Kenangan yang bisa membuat kita tersenyum, atau bahkan menangis terisak.

Setiap kita pernah mengalami masa2 krisis dalam kehidupan..
Mungkin saja masa paling krisis seumur hidup kita, hanya Allah yang tahu.
Ingin ku berbicara padamu,

Tidakkah kau menyadari, bahwa setiap keadaan ini justru  membuatmu banyak belajar dan memaknai setiap hal-hal sederhana, membuatmu menyadari siapa kau ini? Hanya seonggok manusia penuh dosa yang hanya suka mengeluh pada keadaan! Menangis dan menangis. Terjatuh dan terjatuh.

Sesak memang, tapi bisakah kau membuka matamu? Pandangilah orang-orang itu, pejuang dan bocah2 di palestina, suriah, dan di berbagai belahan dunia ini, tak bisa kah kau berhenti menutup mata? Sungguh, betapa masa ini telah memuatmu sadar, ada begitu banyak jiwa-jiwa tangguh di sekitarmu yang seharusnya kau dapat mengambil pelajaran dari mereka.

Setiap orang memiliki ujiannya tersendiri. Ia diuji dari sisi yang mungkin tak terlihat oleh orang lain namun begitu ia rasakan. Maka cobalah untuk senantiasa bersyukur atas apa yang Allah telah berikan padamu. Meski terasa pahit diawal, belum tentu ia akan pahit selamanaya. Allah Knows!

Meski tak bisa di pungkiri, momen-momen silih berganti layaknya siang dan malam. Ada saat dimana kau mampu tersenyum, saat kau lagi-lagi harus menangis, dipaksa untuk merasakan sakit di dalam hatimu. Setiap detik yang kau alami terasa begitu nyata. Kadang ingin kau coba untuk menampar dirimu sendiri, memastikan kebenaran semuanya. Saat kau lihat senyuman merekah teman-temanmu,  kau justru meneteskan air mata. Ingin rasanya kau bergabung bersama mereka, namun sekali lagi, Allah knows. Siapa yang tahu dengan senyuman itu mereka tak memiliki beban?  Hanya Allah.

Terkadang rasanya terlihat sangat berat dan melelahkan, namun semuanya kembali membuatmu tersadar, bahwa kekuatan itu datangnya dari Allah. kau bukan siapa2! Mengapa kau selalu mengandalkan dirimu yang lemah? Saat itu kau kembali. Meminta padaNya. Dan disaat itu pula kau menyadari, bahwa dengan ujian manusia akan lebih dekat kepada Allah.

Seseorang pernah berkata, “Jika kita ingin menjadi orang yang luar biasa, maka kita pun harus rela berjuang untuk menjalani kehidupan yang juga tidak biasa”

Bukankah kau memiliki begitu banyak cita dan mimpi yang mengawan tinggi? Terlihat sulit untuk digapai, namun siapa yang tahu bahwa dengan semua ini kau justru semakin mendekat? Hanya Allah yang tahu. Tugasmu adalah memastikan, bahwa kau berada di jalur yang diridhoi Allah.

Ya, mungkin memang benar, kau harus melewati hari sulit ini, agar mampu melangkah ke hari-hari esok yang penuh harapan insyaAllah. Kau tak perlu berjanji untuk tak menangis! Karena semua orang juga tahu, you cry like a pro! Yang harus kau tekadkan adalah, untuk tetap berpegang teguh diatas jalan yang diridhoi Allah, sekencang apapun angin bertiup, sebesar apapun ombak menerjang, cobalah untuk selalu tegar menghadapi semuanya. Karena kau tahu dan yakin, apa yang kau hadapi tak pernah bisa dibandingkan dengan apa yang pejuang-pejuang di muka bumi ini hadapi.

Adapun ocehan-ocehan tak berguna disamping kiri kananmu, bisaka kau kau cukup menutup telinga? Biarlah mereka mengatakan apa yang ingin mereka katakan seakan itu penting dan berpengaruh, namun sejatinya tidak sama sekali.

Cobalah untuk menjadi berani, berdoa meminta petunjuk demi keputusan yang benar untuk mengambil langkah. Dan setelahnya tak ada ruang untuk penyesalan, just keep moving forward.

Cobalah untuk menjadi orang yang dipenuhi rasa syukur. Penuh semangat dan optimisme. Cobalah kembalikan kepercayaan dirimu. Kembalilah menjadi sosok yang kukenal. Jadilah penyabar yang berhati lembut. Dan yang terpenting, cobalah untuk selalu tersenyum, meghadapi segalanya tanpa rasa takut.

Karena Allah bersama orang2 yang bersabar,
Karena Allah Tahu..
karena Allah Maha Mengetahui.
J

Setelah semua ini berakhir, bahkan jika semua ini tidak juga berakhir. Tetaplah berharap, akan setitik cahaya terang di ujung jalanmu.
Allah Knows, syah. :D

Unknown.
Minggu, 04 Mei 2014

Dengan apa saya berbakti?



Setiap kali berbicara mengenai kedua orang tua, tak ada hal lain selain haru mengingat segala perjuangan, pengorbanan dan jerih payah mereka dalam mengarungi kehidupan, membesarkan dan mendidik putra-putrinya dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Hingga hari ini saya masih terus menangis dengan “jabe”nya ketika mengingat mereka. Baik ketika saya berada dekat dengan mereka, terlebih lagi ketika saya berada jauh, terpisah oleh jarak dari ummi dan aba.

Hari ini seperti biasanya, menjalani rutinitas sehari-hari, berangkat kuliah, naik reksya bersama suami, tak lupa membayar sejumlah pound sebelum turun dari reksya. Selanjutnya menyeberangi jalan raya 2 arah untuk kemudian sampai ke jami’ah ifriqiyah banat. Atau yang lebih kerennya, International University Of Africa. Hehe.

Tiba sejam sebelum masuk kelas nyatanya menjadi sangat bermanfaat. Langsung saja saya masuk ke dalam perpustakaan, bertemu teman yang sejak kemarin telah janjian, kemudian dengan segera mengeluarkan buku2 dan alat tulis untuk menyalin beberapa materi yang belum saya dapatkan.

Sejuknya ruang perpustakaan membuat saya tak menyadari waktu yang terus berlalu, hingga pukul 13.24  barulah saya menyadari, bahwa 6 menit lagi pelajaran akan segera dimulai. Saya dan temanpun bergegas keluar dari perpustakaan dan langsung berjalan menuju kelas. sungguh perbedaan udara yang sangat siginifikan. Di kelas panas terasa sangat menyengat sedang di perpustakaan tentu saja sejuk dan adem, bagaiamana tidak, Ac dengan indahnya nangkring di sudut-sudut ruangan. Namun inilah ujian dalam menuntut ilmu. Ujian yang tentu (catat: Sangat-sangat!) tak seberapa dengan ujian yang dihadapi para penuntut ilmu di zaman2 terdahulu

Pelajaran pertama dimulai, Al Qur’an. Seperti biasa ustadzah akan menyuruh salah satu dari kami untuk membacakan surah yang akan dihafalkan, baru kemudian tholibaat lain nya akan membaca setelahnya. Di indonesia kita tentu sudah tak asing dengan tahsinul qira’ah.

Pelajaran Al Qur’an hari ini berjalan dengan lancar. Kebetulan saat itu giliran saya yang mentahsin teman2 sekelas. Saya dan salah seorang teman memang diamanahkan untuk bergiliran mentahsin teman sekelas. Terkadang jika ustadzah tak masuk kami akan bergiliran menggantikan ustadzah mengajarkan Al Qur’an.

Hingga pelajaran pun berganti. Pelajaran kedua adalah ta’bir. Ustadzah kemudian masuk ke kelas setelah beberapa menit waktu istirahat. Tak seperti biasanya tholibat dari kelas lain ikut bergabung di kelas kami. Ternyata hari ini kami memiliki materi pelajaran yang sama “BIRRUL WALIDAIN”

Ustadzah yang satu ini memang terkenal kreatif. Ia lebih suka mengajar dengan cara yang variatif. Seperti hari ini ia membuat semacam perlombaan, dan membagi kami dalam 2 kelompok. Setiap kelompok akan naik satu orang perwakilan untuk berbicara mengenai birrul walidain. Begitu seterusnya bergantian kelompok 1 dan 2. Selanjutnya ustadzah akan memberikan nilai pada masing-masing pembicara yang kemudian akan menjadi nilai untuk kelompok mereka.

Pembicara pertama, ia menceritakan kesehariannya saat ia berada di negaranya. Bagaimana ia membantu umminya di rumah. Bagaimana ia mengkhidmat kedua orangtuanya saat sehat maupun sakit. Saya yang mendengar entah kenapa ikut membayangkan hari-hari ketika di indonesia. Pekerjaan sehari-hari yang terlihat sepele namun nyatanya dapat menjadi bagian dari bakti kita kepada kedua orangtua. Pembicara selanjutnya juga sama. Ia banyak menceritakan kesahariannya ketika bersama kedua orangtua.

Hingga sampai kepada salah seorang pembicara dari kelompok kami, ia berbicara dengan lancar masyaAllah. Ia cukup berbeda, ia menyampaikan bagian dari baktinya kepada kedua orangtua adalah ketika ia membangunkan kedua orangtuanya untuk sholat subuh berjamaah. Ketika ia berusaha untuk mengajarkan islam kepada ayahnya yang ternyata masih non muslim. Namun ia bersyukur sebab ibunya adalah muslimah. Ia bersedih ketika melihat ayanya yang membaca injil sementara ibunya membaca Al Qur’an. Ia menangis saat menceritakan bahwa ayahanya menganggap tuhan adalah yesus. Sambil tersedu2 ia menyampaikan, bahwa bagian dari birrul walidainnya adalah ia berangkat ke sudan atas restu ibunya, untuk mempelajari islam, kemudian pulang ke negaranya untuk mendakwahkan islam pada ayah dan keluarganya, Insya Allah.

Subhanallah... betapa banyak yang harus kita sadari! Terutama dan paling utama adalah saya sadari! Kesyukuran yang teramat sangat adalah bahwa kita mendapati diri kita terlahir sebagai muslim/muslimah, kedua orangtua, sanak keluarga adalah muslim/muslimah. Subhanallah. Pelajaran yang sangat berharga. Sedangakan muslimah yang ayahnya kafir saja, rela berjuang untuk mendakwahkan islam kepada ayahnya, dan dengan itulah ia berbakti. Lalu bagaiamana kita dengan kita yang memiliki orangtua yang jelas muslim/muslimah, dengan apa kita berbakti!? Dengan apa saya berbakti!?

Pertanyaan pertanyaan itu menohok tak henti dalam lamunan ku, hingga bisikan-bisikan dari teman-teman sekelompok akhirnya menyadarkan saya. Ternyata giliran sudah kembali sampai pada kelompok kami, dan teman-teman tak hentinya mendorong saya untuk maju kedepan. Mau tak mau saya kemudian bangkit dari duduk dan berjalan ke depan. Yah, dengan bahasa arab pas-pasan apa yang akan saya sampaikan?

Ustadzah terlebih dahulu mennyampaikan bahwa saya adalah pembicara yang terakhir. Saya kemudian mulai berbicara sambil membayang kan wajah ummi dan aba. Salam lalu menjadi pembuka dan awal dari kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut saya. Sekali lagi membayang kan perjuangan mereka, peluh dan kerja keras mereka! Dengan apa saya berbakti?? Tak terasa air mata  menetes tanpa diperintah, bahkan saat saya paksa ia untuk berhenti, ia tak juga berhenti. 

Sambil berusaha menahan tangsi, saya mencoba untuk berbicara di depan ustadzah dan tholibat...

Saat di indonesia, mungkin ada banyak hal yang bisa saya lakukan untuk mereka. Seperti membantu mereka dalam pekerjaan harian. Mengkhidmat mereka saat mereka butuh. Menemani mereka dalam bekerja dan berdakwah di jalan Allah. Membersamai mereka dalam perjuangan membumikan Al Qur’an. Saya dan saudara2 saya menjadi saksi betapa mereka jatuh bangun dalam perjuangan  di jalan dakwah, juga saat mereka baru mulai merintis  Daurah 40 hari menghafal Al Qur’an, hingga hari ini ketika telah banyak orang di negeri indonesia yang telah mengenal Daurah dan tersinari akan indahnya cahaya Al Qur’an dengan Izin Allah.

Namun ketika saya jauh, saat saya kembali ke negeri ini, Sudan. Dengan apa saya berbakti? Bagaimana saya membantu mereka?

DOA! Doa adalah kunci utama. Doakan mereka disetiap sholat dan waktu2 mustajab. Doakan mereka dengan doa2 terbaik dan terkhusyuk yang kita bisa. Doakan mereka untuk diberikan kesehatan dan penjagaan terbaik dari Allah subhanhu wata’ala. Agar kita dikumpulkan di jannahNya kelak insyaAllah

Kemudian setelah itu, hafalkanlah Al Qur’an. Saya tahu dan saya sadar, saya masih terus dalam tahap murojaah. Hafalan saya masih amat sangat dhoif. Namun saya ingin terus berjuang untuk mengitqankan hafalan ini, agara dapat menjadi syafaat di akhirat kelak. Menyaksikan mereka dipakaikan mahkota dan jubah kemuliaan, adalah cita-cita mulia yang saya tambatkan di sini, di dalam hatiku.

Kemudian setelah itu, belajar dengan sungguh-sungguh! Menuntut ilmu tanpa kenal lelah. Di perantauan ini, adakalanya saya merasa down, adakalanya saya merasa tak mampu. Seperti saat saya harus ketinggalan pelajaran selama 2 bulan lebih, dikarenakan kepulangan saya untuk berobat dan mengurusi berbagai kepentingan lainnya, dengan imtihan yang tinggal 2 pekan lagi. Namun kembali ummi dan aba meyemangati! “Ijtahidy yaa Aisyah!” kalimat itu bagaikan kalimat mutira yang terus saya bawa kemanapun saya melangkah. Mereka adalah motivator luar biasa. Hingga sekali lagi saya menyadari, betapa perjalanaan saya dalam menuntut ilmu ini adalah bagian dari birrul walidain. Mungkin saya jauh dari mereka. Namun dengan inilah saya berbakti Insya Allah. Maka dengan itu niat untuk belajar dengan sungguh-sungguh semakin tertancap di dalam hati.

Saya kemudian mengakhiri pembicaraan saya, sembari mengusap bekas air mata yang dengan “lebay” menetes tanpa diminta. Saya melihat teman-teman yang lain ikut menangis, mata mereka memerah, mungkin membayang orangtua mereka masing-masing. ustadzah kemudian berterima kasih kepada saya sambil tersenyum, beliau lalu membacakan doa kepada kedua orangtua dengan khidmat, diakhiri dengan ucapan “aamiin” dari seluruh tholibat yang ada di kelas.

Subhanallah, betapa indahnya Birrul Walidain. Ia menjadi kewajiban bagi setiap diri kita tanpa terkecuali. Baik saat kita berada dekat dengan mereka, atau saat kita masuk dalam barisan para perantau. Untuk teman2 yang sedang menunutut ilmu, jauh dari orang tua, percayalah, selalu ada jalan untuk kita berbakti pada orangtua. Seperti mendoakan mereka, belajar bersungguh2, atau bahkan menyisihkan uang saku demi membeli pulsa untuk menelepon mereka ditanah air. Mungkin saja mereka sedang sedih. Mungkin saja mereka sedang rindu dengan anak-anaknya yang kini jauh dari mereka.

Indah bukan, ketika kita bisa mendengar suara mereka? Itulah yang saya rasakan. Mendengar mereka melantunkan kalimat-kalimat nasehat membuat saya selalu tersenyum, bahkan terkadang menangis tertahan, lalu kemudian menyadari, lagi..lagi, dan lagi! Betapa berartinya orangtua dalam kehidupan ini. Hingga ikut tersadar, lagi..lagi, dan lagi! Betapa banyak DOSA yang telah saya perbuat kepada mereka. Astaghfiruka ya Allah...:’(

Hari ini, di negeri rantau ini, dengan panas yang kian menghempas, sungguh! Pun dengan ghubar yang merengsek masuk hingga ke paru-paru, saya hanya ingin menyampaikan kepada diri saya sendiri, bahwa MENYERAH BUKANLAH PILIHAN!

Ummi aba..Terima kasih untuk semuanya, segalanya, seluruhnya! Maafkan anakmu ini yang telah begitu banyak melakukan DOSA  kepada kalian. semoga dengan langkah demi langkah yang anakmu ini tapaki di negeri sudan, dapat menjadi bagian dari baktinya kepada kalian, Ummi aba. Anakmu ini, sungguh sangat mencintai kalian karena Allah. J


Who am i?

Foto saya
Khartoum, Al Khartoum, Sudan
Ikhwan's No.3 | Fakhrurrazi's 💍| Cintanya Al amin Muhammad| Student Mom yang menikah di usia 16 dan masih terus belajar menjadi Ibu, Istri, dan anak yang sholihah.

Followers