Sabtu, 12 Agustus 2017

Selamat Tinggal Atau Sampai Jumpa?


Remajaku belum lama kumulai saat langkahku harus berpijak di atasmu, tanah dari negeri yang asing.

Untuk setiap hari demi hari, menyelesaikan bab demi bab perjalanan yang telah Allah takdirkan untukku.

Panas yang awalnya menyiksa, kini menjelma menjadi kawan. Sebagaimana asing yang dulunya mengelabungi, kini berubah menjadi akrab. Hamparan tanah cokelat menyapu penglihatan. Debu dan terik yang sudah menjadi kelaziman, adalah satu-dua gambaran akan menantangnya kehidupan di Afrika ini.

Aku tahu betapa banyak episode menyakitkan yang kulalui di sini. Aku tahu seberapa banyak yang kukorbankan untuk bertahan. Pun aku tahu seberapa dalam luka dan perih yang terukir di negeri ini. Tapi aku juga tahu betapa berharganya setiap pelajaran dan pengalaman yang kuraih, bersama setiap senyum semangat dan bahagia yang terukir. Pergi dan kembali, pergi dan kembali lagi. Tahun demi tahun berlalu, dan setiap detik yang terlalui pun berubah menjadi kenangan.

Lucunya, aku tak menyesal. Tak pernah.
4 tahun yang terlihat singkat cukup membuatku tumbuh. Tak kukatakan bahwa kini aku lebih baik, meski kuharap begitu. Namun dapat kusadari bahwa aku kian memahami. Bahwa kini aku lebih mengerti.

Rasanya baru kemarin saat aku berpamitan dengan suami, "Kakak aku ke sekolah dulu, ya!" seruku sebelum menutup pintu rumah. Kugandeng ransel di pundak, menyusuri jalanan berpasir cokelat menuju Jami'ah. Jalanan yang jika hujan deras turun, akan menjelma menjadi kolam susu. Langkahku penuh semangat menuju sekolah. Iya, selalu kusebut seperti itu.

Lalu aku menyadari telah tiba pada hari ini. Bukan ransel yang kugandeng. Tapi baby carrier yang menopang seorang bayi kecil menggemaskan (Maasyaa Allah).
Jalan yang kususuri seringkali masih sama. Kolam susu dadakan, becek, cokelat. Kadang berganti dari menumpangi riksyah, bis, hingga mobil sejenis angkot. Berpindah dari satu scene ke scene berikutnya.

Sampai detik ini aku masih juga rajin bertanya akan keberadaan mimpi dan citaku. Akan konsistensi dan jalan-jalan yang harus kutempuh. Kuyakini dengan baik, bahwa setiap orang memiliki takdir perjalanannya. Tugas kita hanya taat dan menjalaninya.  Lalu, seperti apakah jalanku?

Suatu hari seseorang datang berkata, "kamu bukan menyerah. Kamu sudah cukup berjuang. Saatnya kamu memilih jalan yang lain." Iya, kadang aku berpikir demikian. Bahwa seberapa banyak lagi yang harus kuperjuangkan untuk bertahan? apakah dayaku memang sudah habis untuk berpijak di sini. Jika memang begitu, baiklah. Aku tak masalah.

Lalu aku akhirnya mencoba menoleh pada jalan yang lain. Dengan banyak harapan dan doa, aku bersiap mengakhiri jalanku yang ini. Yang telah keperjuangkan sedemikian itu, yang tak pernah ada sesalku menapakinya, yang aku bersyukur penuh atas setiap yang telah Allah takdirkan di sini.  Jalan yang hanya akan akan menyisakan kerinduan.

Terima kasih untuk 4 tahun ini. Aku tahu bahwa Hari-hari itu akan kukenang sepanjang hidupku. Mungkin pula akan menjadi cerita- cerita pengantar tidur anak-anakku, hari ini hingga nanti.

Di Sudut Kota Khartoum, 11 Agustus 2017.

Aisyah Ikhwan Muhammad,
ketika bersiap mengucapkan selamat tinggal atau sampai jumpa? 😊


0 komentar:

Posting Komentar

Who am i?

Foto saya
Khartoum, Al Khartoum, Sudan
Ikhwan's No.3 | Fakhrurrazi's 💍| Cintanya Al amin Muhammad| Student Mom yang menikah di usia 16 dan masih terus belajar menjadi Ibu, Istri, dan anak yang sholihah.

Followers